Header Ads Widget

Darussalam Catering

Evaluasi Manajemen Keuangan; Sebuah Pesan untuk Legislatif PPMI Mesir

Oleh: Rahmadi Prima

Tulisan ini sebenarnya direncanakan untuk ditulis dan segera terbit di awal tahun kemarin pasca diskusi saya dengan Defri, mantan Depim MPA beberapa periode yang lalu. Di antara pembahasan kami kala itu adalah evaluasi manajemen keuangan yang belum ada perkembangan sejak kami sama-sama menjabat.

Untuk pembaca yang baru heboh tentang kasus 90 juta kemarin, penulis ingin sampaikan bahwasanya problematika keuangan sudah menjadi agenda tahunan kita. Jadi tidak perlu kaget. Sebelum ini, kita juga pernah menghadapi masalah 40 ribu pound yang ‘digunakan nongkrong’ meski sebenarnya tidak sesederhana itu. Sebelumnya lagi, ada 2525 USD yang diambil dari uang mediator untuk PPMI namun malah ‘nyasar’ untuk biaya pernikahan. Ada juga kasus penggelapan dana sisa panitia untuk alasan ‘kultural’. Jauh sebelumnya, ada juga mismanajemen badan usaha yang akhirnya tidak menghasilkan keuntungan signifikan setelah sekian tahun.

Belum lagi hal-hal yang sedikit lebih kecil namun umumnya luput dari pengawasan kita, atau khususnya legislatif. Seperti nota palsu; anggaran dicairkan namun inventaris yang dibeli tidak ada wujudnya; uang yang dipinjam namun hilang dalam catatan semasa pergantian pengurus sebab tidak ada surat resmi. Ya kurang lebih itu lah gambaran kondisi buruknya manajemen keuangan organisasi induk kita. Ini belum membahas kerugian sebab mismanajemen eksekutif dalam mengeksekusi program kerja, dana operasionalnya, konsep keadilan manajemen keuangan sebagaimana yang dibahas di GBHO PPMI Mesir. Ini juga belum membahas tentang ‘Dana Mati’ dan aset-aset yang entah bagaimana kondisinya saat ini (seperti mobil dan vespa).

Sebagai esensi dari tulisan ini, penulis hendak menyampaikan pesan kepada legislatif untuk melaksanakan beberapa target GBHO yang tertunda. Target yang seharusnya sudah diselesaikan, setidaknya akhir termin ini. Juga target untuk dua tahun ke depan yang bisa disegerakan. Sebab apa makna dua tahun lalu kita melakukan riset panjang, menyusun strategi, dan target yang disahkan dalam sebuah sidang ‘mahal’ namun hanya untuk formalitas belaka. Namun apabila demikian, penulis tidak kaget sebab kita adalah miniatur Indonesia. Data memang bukan prioritas pengambilan kebijakan. Tapi mari kita lihat bersama bagaimana semua ini akan bermuara.

Pertama, rumuskan dan tetapkan Undang-Undang Keuangan. UU ini akan mengatur segala kebijakan keuangan yang tersebar dari uang masuk, berputar, hingga keluar dari bendahara kita. Termasuk hak dan kewajiban seluruh pihak yang terlibat. UU ini akan menjadi landasan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang organisasi ke depannya. Di antara pembahasan yang bisa dimasukkan adalah alokasi atau limitasi minimum 20% anggaran untuk bidang pendidikan, sebagaimana yang sudah disampaikan di GBHO Bidang Pendidikan dan Keilmuan.

Kedua, menyusun buku panduan keuangan organisasi. Buku panduan ini akan membahas tentang teknis manajemen keuangan seperti pengajuan, pencarian, urusan hutang piutang, mata uang (sebab keuangan kita terpisah jadi tiga mata uang; Rupiah, Pound, dan Dollar), manajemen rekening lembaga (seperti yang sedang ramai), hingga hal-hal kecil seperti laporan nota pelaksanaan kepanitiaan. Buku ini akan menjadi ‘syarah’ dari UU yang disusun sebelumnya.

Ketiga, tekan eksekutif untuk mengaktifkan badan usaha meski itu kecil. Badan usaha di mata organisasi induk, sepertinya selalu dianggap harus sebuah bisnis besar, ‘return’ nya harus besar dan terlihat nyata. Padahal tidak harus, hal-hal kecil dapat dijadikan proses lahir kembalinya badan usaha ini. Belajarlah dari senat mahasiswa yang berproses. Badan usaha yang dahulu hanya mengelola perputaran tidak jauh dari beberapa ribu pound, sekarang sudah bisa menghasilkan puluhan ribu pound. Bahkan bisa membuat senat mandiri secara finansial tanpa bantuan dari organisasi induk. Atau Wihdah yang bisa mendanai sekretariat barunya sendiri.

Keempat, perketat seleksi pengesahan anggaran baik untuk tupoksi organisasi dan program kerja. Pelajari lagi skala prioritas yang sudah ditetapkan agar dana yang ada dapat digunakan seefektif, efisien, dan sestrategis mungkin. Legislatif tentunya memiliki kuasa untuk membekukan anggaran yang disahkan sebab kondisi-kondisi tertentu. Apalagi apabila alokasinya hanya untuk hal-hal seremonial yang tidak sesuai dengan target jangka panjang kita. Mari kita cukupkan program kerja berlandaskan ego pengurus di berbagai jenjang itu.

Kelima, kaji ulang keadilan manajemen keuangan yang ada di dalam organisasi kita, bahkan apa-apa yang sudah tertulis dalam UU sebelumnya dapat dikaji ulang relevansinya. Tidak semua peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya, akan relevan hari ini. Itulah fungsinya sidang perubahan ada untuk AD ART dan UU organisasi. Sebab relevansinya perlu dikaji ulang.

Apa saja yang perlu dikaji ulang dalam konteks keuangan; penulis akan bantu sebagaimana catatan yang menjadi evaluasi kala meriset problematika untuk GBHO kala itu. Blockgrant untuk Lembaga Otonom, mengapa terjadi inkonsistensi alokasi blockgrant untuk kekeluargaan misalnya. Atau menetapkan nominal wajib iuran Temus yang selama ini belum ditetapkan. Padahal denda-dendanya ditetapkan, bahkan dalam mata uang Dollar.

Atau mengkaji ulang jatah Temus untuk (ketua) senat, atau sekedar kecipratan hasilnya juga bisa. Atau juga anggaran kabinet mahasiswa baru yang dibentuk organsisasi induk, dituntut bergerak dan menyatukan angkatan, namun tidak diberikan anggaran untuk bergerak. Padahal di tahun yang sama, mereka lah penyumbang dana masuk ke organisasi induknya Banyak hal yang perlu dikaji ulang.

Keenam, kaji ulang hak, kewajiban, hingga konsekuensi-konsekuensi yang berhubungan dengan transparansi dan akuntabilitas keuangan sampai level terbawah. Sesederana berapa alokasi sisa anggaran yang etis digunakan untuk tasyakuran panitia. Apakah boleh sedemikian besar hingga bisa mengakomodir rihlah panitia, atau cukup makan-makan. Tentunya akan kembali ke seberapa kompleksitias acara dan besarnya pendanaan kan, namun tetap saja perlu ada aturan yang mengikat. Sebab sebelumnya ada pernah ada panitia yang mengklaim seluruh sisa anggaran acara. Dulu.

Ketujuh, untuk mengakomodir berbagai tugas yang diemban baik tupoksi berjalan juga tuntutan seperti di atas, susunlah Tim Ad Hoc. Berhenti berfikir bahwasanya kalian bisa melakukannya sendiri. Kalian punya banyak orang yang bisa membantu menyelesaikan permasalahan ini satu per satu. Susun tim, berikan segala akses dan kebutuhan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas ini. Sebagaimana yang dilakukan legislatif terdahulu.

Kurang lebih itulah enam hal yang penulis ingin sampaikan sebagai surat terbuka pada legislatif menjabat. Penulis sebenarnya sudah tidak banyak memperhatikan proses organisasi dan detail pelaksanaan serta langkah-langkah yang diambil. Namun tetap saja, garis besar kondisi selalu menjadi informasi bersama di kedai kopi sisi jalan Hay Asyir itu.

Manajemen keuangan organisasi induk memang lah tidak mudah. Bagaimana perputaran dana yang nyaris mencapai 1 Miliar rupiah itu menjadi dinamika tarik ulur politik, menjadi motor pergerakan, dan sumber konflik berkepanjangan.

Terakhir, mari legislatif untuk kembali merenungkan pepatah lama dan pesan-pesan guru-guru kita. Easy come easy go. Utamakan kebutuhan, bukan keinginan. Besar pasak daripada tiang. “Administrasi yang rapi wajib mutlak untuk menjaga kepercayaan.”

Posting Komentar

0 Komentar