Header Ads Widget

Darussalam Catering

Bagasi Daun Jeruk

 


Karya: Ihya   


“Halo, Ketua ....”

Sapaan itu masuk ke telinga Dalo,
seorang pemuda sederhana,
yang tidak fasih lisannya,
dan selalu lusuh kaosnya.
Penampilan lugu menolak jas dan dasi melekat pada kulitnya.
Tidak kenal tupoksi,
tidak kenal organisasi,
apalagi diplomasi.  
Hanya warga biasa yang berprofesi sebagai tukang bagasi.

“Iya, Mas, apa yang bisa Saya bantu?”
Yang menelepon Dalo itu tidak lain adalah Sirwandi.
Sejak kecil di kampung halaman dia akrab dipanggil ‘Si Sir’,
rasa segan dari orang-orang yang lebih muda padanya
menjadikannya kerap dipanggil ‘Mas Si Sir’.
Pesanan dibuat saat kabar Dalo akan terbang datang.

“Aku nitip bawain daun jeruk ya, seperti biasa.”
Daun jeruk memang tidak mahal,
nilai sekantongnya tidak akan mencapai 25 dollar
apalagi 90 juta rupiah.

“Siap, Mas.”
Janji kesediaan telah terucap.
Tetap bermakna walau tidak seserius sumpah jabatan.
Daun jeruk adalah penting sekali bagi Sirwandi.
Sebagai pemilik rumah makan kecil,
daun jeruk pentingnya tak terbilang
tanpanya cita rasa akan hilang.
Hidangan di rumah makan kecil Sirwandi
harus tersajikan dengan sebaik mungkin,
dari situlah sumber kehidupannya sendiri
dari situlah sumber penghidupan keluarganya di tanah air.
Kerja sama telah terjalin lama,
Dalo ikut terbantu dan senang bersama.
Tak pelak, berhutang budi juga.

Bagi Dalo,
apapun kepercayaan yang ditampukkan padanya adalah besar.
Profesionalitas Dalo sudah teruji.
Dia tidak akan melempar tanggung jawab ke orang lain.
Demi Mas Si Sir ia akan menunaikan amanahnya dengan sepenuh hati.
Imbalan yang diberikan untuk Dalo hanya ia anggap sebagai bonus,
karena keterikatan batin dan ketulusan hati,
Dalo menganggap tindakannya adalah bakti

Setiap langkah diperhatikan betul,
tiada berkejap menjaga seluruh bawaannya
berisi daun jeruk yang maha sakral.
Tidak terbesit selintas kelenaan
Tidak terbesit sekilas kelalaian.
Check in hingga handling
dijalankan dengan hati-hati.
Sampai samudera terlewati.
Dalo sampai dengan selamat,
tapi daun jeruk masih keramat.

Taksi dinaiki,
koper daun jeruk pindah bagasi.
Amanah belum selesai.
Tanpa diduga di tengah jalan,
kendaraan Dalo dipepet hitam mobil sedan.
Sang taksi terpojok
melenting, tergilincir, sampai menabrak pembatas jalanan.
Sedan hitam merapat taksi yang terkapar,
tangan penumpangnya menyambar.
Perampok!
Seluruh barang Dalo dirampas,
koper ludes beserta seluruh kekayaan daun jeruknya.
Dalo hanya menatap dalam sembab,
Dalo yang terpercaya, tak lagi berdaya.

Tangis tumpah saat ia bertemu dengan Sirwandi,
merasa gagal menjaga kepercayaan.
Suaranya nyaring menyayat hati,
“Ma ... ma ... maaf, Mas,
Aku tidak bertanggungjawab!”
Sirwandi menatapnya jeri,
raut wajah sedihnya lebih lusuh dari bajunya.
Dia sangat menghargai sikap Dalo,
karena yang tadi menimpanya ini
(baru) benar-benar musibah.

Picture source: spiceography.com

Posting Komentar

5 Komentar

  1. Gercep menerima informasi Yang langsungg dibalut dengan tulisan memukauuu, sukses selalu mas ihya!

    BalasHapus
  2. lalu bagaimana dengan daun jeruk yang hilang?

    BalasHapus
  3. Hormat saya kepada Mas Dalo yang tak malu mengakui kesalahan. Meski begitu, Mas Si Sir mesti tetap menagih haknya, sebab meskipun yang terjadi adalah musibah—setidaknya begitu menurut pengakuan Mas Dalo, janji tetaplah janji dan ia mesti dituntaskan.

    BalasHapus