Oleh: Khadijah Buma
Jika anda hidup
untuk pujian, anda akan mati karena kritikan. Itulah peribahasa dari Elbert
Hubbard. Peribahasa ini mengajarkan kepada kita bahwa jika kita menggantungkan
kehidupan jiwa dan hati pada kebahagiaan, maka jiwa dan hati kita pun akan
segera mati saat menerima kritkan. Karena itu, sedari kecil kita seringkali
diajarkan untuk dapat menerima kesalahan, teguran, dan kritikan, meskipun begitu
pahit rasanya. Kita sering kali dilarang untuk merajuk atau bahkan membalas
saat sedang dikritik.
Kritik sendiri bertujuan guna mencapai perbaikan dan meningkatkkan kualitas objek kritikan menjadi lebih baik. Kritik atau kritikan dapat kita jumpai sehari-hari dalam kegiatan keseharian komunikasi manusia. Meski fungsi tujuan kritikan adalah baik dan positif, namun hasil bagaimana seseorang menerima kritikan itu berbeda-beda. Seringkali kita temukan orang yang mendapati kritik justru merespon dengan buruk, dan jarang kali kita temukan - setidaknya di masa kini - orang yang mendapati kritik dan langsung merespon dengan baik.
Pembagian
kritik secara umum bisa dibagi menjadi dua, yakni; kritik yang membangun dan
kritik yang menjatuhkan. Kritik yang membangun sangat mendetail dan spesifik,
terkesan objektif, dan memberikan solusi. kritik yang menjatuhkan sangat
umum dan absurd, terkesan subjektif, dan membuat seseorang
merasa tidak berguna. Cara yang digunakan dalam memberi kritik akan
sangat berpengaruh pada hasil kritikan itu sendiri. Hasil yang baik dari
kritikan yang membangun maupun hasil yang buruk dari kritik yang menjatuhkan. Pembagian
ini dikutip dari rencanamu.id.
Fokus saya di sini
bukan kepada subjek pengkritik maupun cara mengkritiknya. Karena jika kita
memposisikan diri sebagai pihak yang dikritik, maka kita tidak akan bisa
menentukan cara apa yang akan digunakan oleh orang lain untuk mengkritik kita.
Maka setelah memahami dua jenis umum kritikan, kita mesti memahami ilmu lain
lagi yaitu; memilih sikap saat mendapat kritikan.
Saya akan
mengambil contoh dari salah satu kejadian yang pernah viral pada masanya yakni
kabar yang beredar mengenai sikap presiden PPMI di tahun 2023, dirangkum dalam
opini pemenang Juara 3 Lomba Opini Kongres PPMI Mesir yang diunggah di
www.wawasankksmesir.com. Dalam opini itu dijelaskan bagaimana sikap sang
presiden yang tidak sportif saat menerima kritikan dari banyak pihak.
Disebutkan; “Dalam masalah sikap, ia merujuk klarifikasi presiden PPMI yang
dimuat di website Wawasan KKS beberapa waktu lalu perihal gaduh status WA. Dari
situ dia mengambil kesimpulan bahwa sikap tersebut jauh dari kata literasi.
Seharusnya, tambah sang senior, argumen dibalas argumen bukan sentimen.“
Masuk pada
fakta lain, tak jarang kita menemukan fenomena yang tidak baik ditiru dari
pihak yang mendapatkan kritikan. Fenomena itu ada di mana-mana terkhususnya
dalam lingkungan masisir sendiri. Sebagai contoh, saat media warta memberitakan
sesuatu yang bersifat sensitif dan berita tersebut mengundang kritikan dari
para mahasiswa dan netizen lainnya. Oknum yang diberitakan bisa memarahi bahkan
mengejar media warta yang memberitakannya akibat tidak terima. Hal itu saya
dengar sendiri diungkapkan oleh teman jurnalis dalam acara Wihdah; Get
Closer with Journalistic, wadah berbagi pengalaman antarjurnalis
masisirwati.
Dampak dari
sikap menolak kritik memanglah sangat beragam. Beberapa dapat menolak secara
halus atau mengabaikannya sehingga tidak memberi dampak yang begitu besar,
namun beberapa tanggapan lainnya bisa berdampak pada hal yang lebih buruk
seperti direndahkan, dicemooh, dijauhi, difitnah, bahkan diputus silaturahmi.
Maka dari itu sebagai seseorang yang dapat memilih sikapnya kita perlu belajar
bagaimana seharusnya kita bersikap saat mendapat kritikan.
Sejatinya islam
mengajarkan kepada kita sifat rendah hati dan menerima masukan. Kritik adalah
bagian dari nasehat, maka dari itu seorang muslim semestinya adalah pribadi yang
menjunjung tinggi sikap membalas kritikan dengan sikap sportif, lapang hati,
dan kepala dingin. Pengajaran sikap itu tertera dalam teladan nabi kita yakni Muhammad
saw. Rasulullah SAW bukanlah pribadi yang antikritik. Bila ada masukan dari
siapa pun, beliau pasti akan mempertimbangkannya dengan baik sebelum memutuskan
sesuatu. Kejadian ini salah satunya terjadi saat perang Badar, di mana pasukan
Muslim kala itu tengah berhenti di sebuah sumur yang bernama Badar. Rasulullah
SAW memerintahkan untuk menguasai sumber air tersebut sebelum dikuasai oleh
musuh.
Khahab ibn
Mundzir ra. merupakan seorang sahabat yang pandai membuat strategi dalam perang,
memberikan saran kepada Rasulullah SAW. "Wahai Rasulullah, apakah
penentuan posisi ini adalah wahyu dari Allah SWT atau hanya strategi
perang?" tanya Khahab kepada Rasulullah SAW. Beliau menjawab, "Tempat
ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang." Khahab pun
memberikan penjelasan, "Wahai Rasulullah, jika demikian tempat ini tidak
strategis. Lebih baik kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita
membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya. Kita
buat lubang-lubang dekat perkemahan dan isi dengan air sampai penuh, sehingga
kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh
tidak mempunyai persediaan air minum,” jelas Khahab. Mendengar penjelasan
Khahab, Rasulullah SAW berpikir sejenak, lalu menyetujui kritik yang diajukan
kepadanya.
Pada dasarnya,
sebuah kritik memang bisa sangat berguna maupun jadi malapetaka. Tapi, semua
itu tergantung dengan bagaimana kita menyikapinya. Melihat kisah yang dialami
oleh Rasulullah SAW, sudah seharusnya setiap pribadi apalagi seorang pemimpin
berpikir positif dan bersikap sportif sehingga bisa menjadikan kritik sebagai
cermin yang dapat memberikan gambaran diri yang sebenarnya dan memperbaikinya. Semoga
siapa pun dari kita bisa menerima dengan lapang hati dan menyikapi dengan baik
kritikan yang ada.
Hal ini pertama-tama
harus diterapkan dalam lingkup masisir, karena masisir ibarat miniatur dalam
skala luas dari masyarakat Indonesia yang lebih besar. Jika sebagai seorang
mahasiswa, tokoh mahasiswa, maupun pejabat dalam lingkup mahasiswa saja belum
dapat mengatur sikapnya dalam menerima kritik, maka hal itu berkemungkinan
menjadi lebih buruk lagi jika sudah menjadi pemeran besar dalam lingkup bernegara.
Contoh mengenai sikap seharusnya yang seorang muslim laksanakan saat menerima
kritik, salah satunya saya pelajari dari seorang penulis dari kalangan masisir.
Posisinya yang cukup dikenal, seorang pencetak karya, dan bintang utama dalam
acara bedah bukunya tidak membuatnya menjadi pengecut dan lantas lari apalagi
bersembunyi dari untaian kritik yang dilemparkan oleh pembedah di depan wajahnya
di hadapan puluhan peserta bedah bukunya.
Acara bedah buku yang dihimpun Pojok Peradaban,
IKPM Kairo, Markaz Ushuluddin, Ar-Razi, Pena Darussalam, Forter Kairo, serta Markaz
Una, dengan tajuk Launching
& Bedah Buku: Islam Kemajuan dan Kemunduran; From Hero to Zero. Saat itu
Ustaz Muhammad Fachry sebagai penulis
dibantai habis-habisan dengan beribu kritik pedas oleh Ustaz Iqbal selaku pembedah
buku hari itu. Saat mendapat kesempatan mewawancarai beliau, jawaban beliau
setelah babak belur dihajar kritikan adalah, “Saya merasa sakit hati, namun
telah menyiapkan diri untuk hal ini, tanpa rekayasa, saya murni menerima
kesalahan saya dan siap memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik ke depannya“.
Target saya dalam menyampaikan opini ini adalah untuk merubah sikap dan respon masyarakat dalam menanggapi hal positif berupa kritikan. Namun perubahan masyarakat tidak dapat digapai tanpa perubahan individu, maka dari itu, perubahan individu dimulai dari diri kita terutama sebagai Azhary utusan negara yang dinanti oleh umat. Sudahkah sikap kita sesuai dengan arahan Allah, saat menerima kritikan?
0 Komentar