Header Ads Widget

Darussalam Audio

Sampai Datang Sebuah Perang

 


Dari jauh, kibaran merah putihmu

– untung saja – masih elok di mataku

Di bulu mata dan alisku

Malah merahmu terbenam di mata kananku

Berurat dan berair 

(biarlah ini tidak 

seberapa dibanding 

perjuangan para 

pahlawan)

Yang kiri masih menahan bersihnya si putih

Nurani menggeliat tidak karuan

Tapi mulut masih berusaha berdzikir

merapal-rapal harapan

              apakah ada?

         

Kutulis di tengah panas gurun pasir

Kepada angin kutitipkan surat cintaku untukmu

Semoga kata-kata penuh harap itu tidak diculik perompak Somalia

Semoga kalimat rindu itu tidak dicuri ikan di Samudera Hindia

Semoga doa-doaku tidak hilang arah ke Laut Mediterania

Hanya kepada tanah itu sorot mata sang kurir tertuju

 

Prihatinku,

Oh khawatirku

Dirimu masih layak menjadi tempat pulang, bukan?

Entahlah, aku hanya menulis resah

Dari sampah di hati yang kian gelisah

 

Apakah istana megah barumu adalah villa yang hanya untuk orang-orang kaya

Yang dinding dan tiangnya seharga jerit ibu-ibu yang gontai mengurus anaknya

Yang lantai marmernya senilai memar di punggung dan kantung mata para bapak

 

Pongah sembilan naga

Membuat Garuda jadi berkotek?

Pancasila-ku apakah samudera di atas daun talas?

Apakah istana barumu candi keangkuhan?

 

Kelaparan merobek lambung rakyat miskin

Sekolah-sekolah mencipta pengemis

Universitas membentuk penjilat

Jeruji kerangkeng koruptor menipis seiring detik

Tirani semakin berani

Pejuang semakin terbuang

Kepala kritis berhadapan dengan tatapan bengis

Maksiat hati pantang terobati

Kejayaan masa depan hanyalah narasi tanpa isi

Puisi yang bait-baitnya hanya imajinasi

Kebenaran dikucilkan di sudut ruangan kedap suara

Kebodohan dirawat, diternak, dikembangbiakkan


Rasa malu pun dikandung bulu cenderawasih

yang menghilang perlahan dari mata manusia

Kecewa merundung hijau hutan-hutan

yang dibabat oleh gergaji ambisi

Sakit hati menetes di dalam air mata ibu pertiwi


Alih-alih ke dokter, engkau lebih memilih ke perias

Borok dan koreng yang mengakar di kulitmu

Mau sampai kapan terus kaututupi

dengan bedak kepalsuan?

              Yang merona tapi mematikan

              “Kau angkuh,” ucapku.

              Sejarah tidak dapat menyangkalku.

 

Di manakah emasnya masa depanmu?

Di hati pemuda yang nilai tanggung jawab dan harga diri baginya hanyalah angan-angan

Di mata pemuda yang tontonannya adalah penyesatan dan penyesatan?

Di tangan pemuda yang tidak mau menyentuh buku?

Rela dijajah oleh kebodohan diri sendiri

Penjajahan gaib, lebih sulit raib!

Merebah dan mengumpat

Bergunjing suka-suka

 

Sialan! Aku berpikir terlalu keras

Menuju Indonesia Cemas!

Sialan! Kepala bergidik tidak tahan lagi!

Menuju Indonesia Gemas

Sialan! Tubuhku lunglai tidak berdaya apa-apa

Menuju Indonesia Lemas!


     Sampai datang sebuah perang,

                semuanya baru akan terbangun

                buaian nyaman sebuah zaman ada harganya

                bukan datang cuma-cuma

             

Mungkin harapan masih ada – walaupun kecil

Sekecil cetakan huruf-huruf di buku bacaanku

 

 

Posting Komentar

0 Komentar