Header Ads Widget

Darussalam Audio

Wawancara Eksklusif! Bang Onim Berbagi Kisah Perjuangan Kepada Pena Darussalam


Kamis malam (6/6), di kantor sekretariat IKPM Gontor cabang Kairo, Abdillah Onim atau sering dikenal dengan panggilan Bang Onim menghadiri ramah tamah bersama keluarga IKPM Kairo. Beliau merupakan pejuang kemanusiaan di Gaza yang berasal dari Halmahera Utara. Setelah usainya sesi ramah tamah, Kru Pena Darussalam mendapatkan kesempatan untuk melangsungkan wawancara eksklusif bersama Bang Onim. Selaku narasumber beliau berbagi membagikan kisah-kisah inspiratif dan informasi menarik seputar perjuangan beliau di Gaza, Palestina.

Bagaimana kisah awal Bang Onim bisa mendapatkan akses untuk datang dan berjuang di Palestina?

“Sebelum berangkat ke Palestina ini saya bergabung ke lembaga kemanusiaan medis namanya ‘Mer-C’. Saya bergabung di situ sejak tahun 2000-2012 sebagai relawan. Saya juga salah satu mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, sarjana ekonomi Islam dan perbankan syariah. Pada saat terjadi peperangan tahun 2008, ada tim dari ‘MER-C’ yang berangkat ke Gaza. Gelombang pertama berhasil masuk ke Gaza, dan saya waktu itu gelombang kedua, akhir tahun 2008 saya ke Gaza, pergantian tahun ke 2009 saya masih di Gaza. Ini pertama kali saya ke jalur Gaza. Salah satu misi waktu itu yang kami jalankan adalah pembangunan rumah sakit Indonesia. Saya salah satu yang mengurus tanah wakaf untuk pembangunan rumah sakit Indonesia. Sampai ke tingkat proses tender kontraktor saya masih di sana, progres pembangunan tahap pertama saya berdana di sana.

Sebelum itu sebenarnya saya juga pernah ikut yang namanya Freedom Flotillah atau Usthulu-l-Huriyyah (sebagai perwakilan MER-C), yang berangkat dari Turki dengan kapal Mavi Marmara, tahun 2010, bulan Mei. Saya pernah ikut di kapal Mavi Marmara yang pada akhirnya kapal kami dibajak, kami diikat oleh Israel, kami ditodong, dan dijebloskan ke dalam penjara Israel. Itu bulan Mei 2010, itu masih bujang, 2 tahun setelah kedatangan pertama. Dengan dijebloskan ke dalam penjara tentunya tidak ada rasa patah semangat atau mundur. Kami tetap berjuang. Itulah (kisah) cikal bakal saya masuk ke jalur Gaza.

Setelah pembangunan rumah sakit sudah berjalan, progresnya sudah bagus, saya mengundurkan diri dan (setelah itu) konsennya ke jurnalistik. Jadi saya sebenarnya background-­nya bukan seorang jurnalis, tapi – semuanya atas izin Allah SWT – saya belajar otodidak untuk mempelajari tentang dunia jurnalis; menulis berita, menulis naskah, live on tab, satu ke tingkat – Alhamdulillah – bisa melakukan live secara langsung di beberapa televisi termasuk di TVOne. Kenapa Bang Onim bisa mempelajari tentang dunia jurnalis yang padahal sebelumnya bukan (memiliki) background jurnalis? Sebenarnya ini situasi Gaza yang meminta saya, situasi Gaza memaksa saya untuk merubah karakter dari Bang Onim yang tadinya tidak memahami (bagaimana) memegang kamera, tidak tahu menulis berita dan naskah pada akhirnya bisa menulis naskah dan – Alhamdulillah – bisa melewati pengalaman baru tersebut. Intinya awal menginjakkan kaki itu 2008 akhir, setelah itu balik (2009). Datang lagi 2010. Nah, 2010 itulah mulai benar-benar stay di sana, sampai ke tingkat jadi ketua cabang Mer-C, sampai menjadi tim inti pembangunan rumah sakit.”

Bagaimana lingkungan pendidikan anak-anak di Gaza, khususnya pendidikan Al-Qur’an?

“Saya sendiri awalnya jika tidak terjadi peperangan, maka saya lebih mempertahankan anak-anak saya itu sekolah di jalur Gaza, tidak akan dibawa keluar. Kenapa? Karena kekuatan dari pendidikan yang ditanamkan oleh tarbiyah wa ta’lim di Gaza itu lebih mengedepankan ta’lim ad-diniyyah. Ta’lim ad-diniyyah ini kan mencakup di dalamnya Tahfizhu-l-Qur’an. Para penghafal Al-Qur’an. Kenapa tarbiyah wa talim itu lebih mengedepankan agar supaya para murid diarahkan untuk menjadi penghafal Al-Qur’an? Karena dengan mereka menjadi penghafal Al-Qur’an, semua ilmu yang mereka butuhkan nanti di kursi perkuliahan atau mungkin di taujihi, ilmu tersebut itu sudah mereka dapatkan di Al-Qur’an. Jadi, 99% dari penghafal Al-Qur’an itu ternyata semuanya bisa berhasil di bidang pendidikan dan juga di bidang bisnis, itu ternyata para penghafal al-Qur’an karena mereka mendapatkan ilmu. Contohnya kedokteran, itu mereka tentunya menggali tentang isi yang terkandung dalam ayat suci Al-Quran, menambah pengetahuan mereka yang pada akhirnya masuk universitas kedokteran. Wah, itu wawasannya mereka luar biasa, karena memang di sana itu ditekankan agar supaya anak-anak murid itu harus menjadi penghafal Al-Qur’an.

Mayoritas dari rumah-rumah yang di Gaza, keluaran yang ada di Gaza, pasti ada satu orang dalam satu keluarga menjadi penghafal Al-Qur’an. Sudah menjadi budaya. Karena mereka berpikir bahwa untuk mempertahankan Palestina, untuk bisa menarik simpati atau bisa mengajak masyarakat muslimin di luar sana, tentunya kita harus punya potensi, salah satu potensi tersebut (adalah) yang kita dapatkan dari ayat Al-Quran tersebut. Dan juga kita dapat mempertahankan Baitul Maqdis dan tanah Palestina, satu cara yang paling efektif yaitu bagaimana caranya kita tetap menjaga interaksi dengan ayat suci Al-Qur’an. Jadi, kekuatan mereka itu dengan menjaga komunikasi dan interaksi dengan ayat suci al-Qur’an.

Pada saat terjadi peperangan tentunya mereka wajar panik dan juga ketakutan, tapi dengan mereka melantunkan ayat suci al-quran, (hal itu) bisa menekan kekhawatiran dan juga ketakutan tersebut. Jadi, Al-Qur’an ini sendiri kan menjadi pengobat segala penyakit, itu yang memang dipertahankan oleh warga Palestina di Gaza wabilkhusus para pejuang Palestina. Para pejuang Palestina berjuang dengan mata tertutup di kantongnya selain magazine (peluru), tentunya mereka juga mengantongi Al-Qur’an yang kecil itu. Saat mereka berjaga-jaga – yang kita kenal dengan murabithin – sambil ada senter di kepala mereka muraja’ah, membaca Al-Quran.  Itu yang membuat penjajah ketar-ketir saat ini, jadi kekuataan yang paling luar biasa itu bukan terletak pada alat yang mereka produksi, tapi kekuatan yang mereka memiliki itu kuncinya (adalah) karena mereka berinteraksi dengan ayat suci Al-Qur’an. Jadi memang ditekankan, yang pada akhirnya luar biasa, daya ingatnya itu kuat banget. Menghafal Al-Qur’an, tidak melupakan, jadi langusng tertanam sekaligus mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.”


Red: Ilmi Hatta


 

Posting Komentar

0 Komentar