picture source: pixabay |
Karya: Ihya
Anak kecil di seluruh belahan bumi hidupnya
harus penuh dengan gembira, berkehidupan mudah di atas timangan orang tua, belari
ke sana ke mari dengan senyuman, bersenda gurau tanpa ketakutan, bermain
kejar-kejaran bersama teman-teman
Kecuali di satu
titik bumi yang bernama Palestina
Anak-anak di
sana berlarian tersandung-sandung
Oleh puing dan puing
Oleh nafas yang semakin sesak
Oleh mata yang tak sempat untuk terisak
Anak-anak di
sana berlarian tertatih-tatih
Dari tenda ke tenda,
Dari mayat ke mayat,
Dari utara menuju ke selatan,
Dari siksa menuju mala petaka;
Anak-anak di
sana berlarian tergopoh-gopoh
Dikejar oleh teriakan-teriakan tanpa suara
Dikejar oleh anjing-anjing bersenjata,
Dikejar oleh panah-panah api,
yang dimuntahkan tanpa kasih
melahap tanah, pohon, dan harapan
Meledakkan senyum para ibu
Meruntuhkan asa para ayah
Menghancurkan tegak para kakak
Meremukkan tubuh adik-adik bayi
Isi perut teburai
Isi dada membusai
Isi kepala tercerai-berai
Menyisakan iba, menyisakan merah,
Dan sanubari kekasih tuhan yang semakin gagah
Mau secepat
apapun belari
Peluru itu tetap sampai membawakan mati
Mau seteguh apapun kaki
Mereka terpeleset-peleset karena simbah darah
Mau sejauh apapun berlari sang kaki
Tembok Firaun tetap congkak menghadang tak tahu diri
Keseharian
mereka adalah berpariwisata
di gerbang surga yang tampak bak neraka
Berbaring di atas kantuk bermimpi takut
Bersarapan puluhan roti dari rasa lapar
Berselimut kafan yang semerbak harum
Meringkuk sedih di buaian mayat
Menari-nari diiringi simponi ledakan rudal
ledakan meriam
tembakan senapan
umpatan dari mulut iblis
Oleh puing dan puing
Oleh nafas yang semakin sesak
Oleh mata yang tak sempat untuk terisak
Dari tenda ke tenda,
Dari mayat ke mayat,
Dari utara menuju ke selatan,
Dari siksa menuju mala petaka;
Dikejar oleh teriakan-teriakan tanpa suara
Dikejar oleh anjing-anjing bersenjata,
Dikejar oleh panah-panah api,
yang dimuntahkan tanpa kasih
melahap tanah, pohon, dan harapan
Meledakkan senyum para ibu
Meruntuhkan asa para ayah
Menghancurkan tegak para kakak
Meremukkan tubuh adik-adik bayi
Isi perut teburai
Isi dada membusai
Isi kepala tercerai-berai
Menyisakan iba, menyisakan merah,
Dan sanubari kekasih tuhan yang semakin gagah
Peluru itu tetap sampai membawakan mati
Mau seteguh apapun kaki
Mereka terpeleset-peleset karena simbah darah
Mau sejauh apapun berlari sang kaki
Tembok Firaun tetap congkak menghadang tak tahu diri
di gerbang surga yang tampak bak neraka
Berbaring di atas kantuk bermimpi takut
Bersarapan puluhan roti dari rasa lapar
Berselimut kafan yang semerbak harum
Meringkuk sedih di buaian mayat
Menari-nari diiringi simponi ledakan rudal
ledakan meriam
tembakan senapan
umpatan dari mulut iblis
Semakin hari semakin banyak jasad yang ditelan bumi
Semakin hari jiwa mereka semakin melangit
semakin tinggi
semakin abadi
Telah hancur semua rumah tempat untuk kembali
Ke mana lagi mereka akan pergi mengungsi?
Tidak ada lagi satu pun tempat berlari
Hanya kepada-Nya mereka kembali
Hanya kepada-Nya mereka mengungsi
Hanya kepada-Nya mereka berlari
***
Anak kecil di seluruh belahan bumi hidupnya harus penuh dengan gembira, berkehidupan mudah di atas timangan orang tua, belari ke sana ke mari dengan senyuman, bersenda gurau tanpa ketakutan, bermain kejar-kejaran bersama teman-teman
Kecuali di satu titik bumi yang bernuansa langit
dan bernama Palestina;
Quds, Yafa, 'Akka, Baitul Lahm, Haifa, dan Gaza,
lalu Rafah kini telah berdarah
Tapi, apakah berdarah-darah artinya telah kalah?
0 Komentar