Goresan tinta : Al-Malay
Cinta
yang membuncah di dada ini tak perlulah
Aku letupkan di telingamu, bagaimana
pun jua
Engkau sudah memercikkan
rindu yang
berapi-api
Bulan
kusam di mata anak-anakmu menjadi
terang
Karenanya, lalu
sedemikian berat juang untuk
Melarikannya ke
bukit malam,
Tertatih-tatih sampai pula
kita di lembah-lembah
Gamang di padang rumput yang datar
Tempat
di mana tak ada alasan untuk memekakkan
Gema hanya pantulan bunyi yang lesap
seketika
Sementara
letih yang bergelayut di pundak ini
Menjadi
turun dan semangat itu menjadi
Mentah lagi dan lagi…
Sedang
maut serasa semakin mendekat
dan cinta, biarkan ia lewat
sambil memberikan salam
Wahai
masa lalu yang pergi menjadi tugu
Aku
datang menjelma menjadi seorang anak untuk ayahku
Hendak
mengantarkan tanda percintaan terakhir
dan berlarilah aku mencarimu wahai seorang laki-laki paruh baya
Meraih-raih
kehampaan ini ternyata pedih
Kadang
kukutip berhelai daun jatuh
Di sepanjang
jalan sunyi
Mengumpul
debu yang melekat di kaki
dan peluh yang berkelopak
Serupa mawar yang hilang
seri, demikian
Air mata menjadi telaga
Adalah
tempat aku menggenangkan duka menganga
Teringat aku digendong
Mendengarkan cerita sejarah lama dia.
Aduhai,…
Percakapan mesra bagai di
lamunan Batu
harap tak terpecah jua
Walau lengan mengayunkan
waktu ke depan mata
Bibir
ucap-mengucap sesama tapi hanya suara risau
yang berderap
Melangkah
kita tak menghiraukan hala,
Sementara hujan tumpah jua
di laman derasnya hilangkan jejak
Lenyapkan peta Keraguan
memajang dengan sengaja,
Mendekap ke wajah laki-laki itu yang
lugu
Aku
berubah manjadi pohon kayu meninggi
Mengintip
di atas angin,menjengah di celah-celah awan
Melihat sudah berapa keringat turun membasahi pasir
Barulah kusadari sudah berapa jarak yang kau ciptakan
Hingga sesayup-sayup memandang hanya keasingan yang
terlalu akrab
yang selalu mengeja telunjuk
semu
Kini telah tua membungkuk membawa tongkat,
Dari jauh tak lepas pandanganmu
Senyum halus sebagai bukti kepada anaknya
atau sekedar melemparkan
kail biar tersangkut jua
Sekarang, mereka
telah belajar mengayuhkan bahtera di lautan
Hingga
ribut petir menerkamnya tanpa jejak
Angin musim barat, tenggelam
sewaktu air
naik pasang
yang tersisa adalah aku akan buktikan
bahwa engkau berhasil untuk diriku.
Sedang
maut serasa semakin mendekat
dan cinta, biarkan ia lewat
sambil memberikan salam
0 Komentar