Oleh: Fadhilah Ma’munah
Aku terlelap, dengannya yang tampak nyata
Seolah-olah dalam dekapanku
Pelupuk mata sudah basah
hingga isak tangis pecah
Aku terjaga dan tercengang
Mengumpulkan kesadaran akan kenyataan
Seraya mengumpulkan kepingan-kepingan kenangan
tentang sosok indah rupawan
Pemilik senyuman dan pelukan ternyaman
Rumah terbaik yang Tuhan ciptakan
Duri-duri lara tak pernah membuatnya jera
Malah senyum selalu terpatri dalam wajah berserinya
Goyah tak ada dalam kamusnya
Kasihnya bagai perisai terbaik untuk si bocah kecilnya
Bodohnya diri kala itu!
Keras kepala tak mau turuti titahnya
Tingkah nakal yang membuatnya menepuk dada
Namun kasihnya tak pudar karenanya
Si kecil tumbuh dewasa
Kuat menghadapi dunia
Semua itu tak luput karena cintanya
Ah! Berharap memutar ulang kembali waktu
Jika tahu menahu dunia kan merenggutnya secepat itu
kan ku turuti semua titahnya
menjadi yang terbaik seperti yang ia pinta
Menyesakkan sekali tak mampu berada disampingnya
kala nafas terakhirnya
“Terima kasih” pun tak sampai terdengar ke telinganya
Kata “maaf” malah belum sempat terujar
Jemputan ajal terlalu cepat mendahului
Mencium jasadnya pun tak bisa
Jasad yang terlanjur terbujur kaku
Ah! Sesal menghantui sampai mati nanti
Deru air mata yang sia-sia
Tapi izinkanlah untuk merindu
Rindu yang teramat rindu
Rindu yang berbuah doa
yang selalu terpanjat untuknya
Oh Tuhan! Aku sungguh menyayanginya
0 Komentar